Senin, 12 Desember 2011

Putra

Saya yang menamainya "putra", matanya baru saja bisa terbuka tepat
saat usianya 3 hari. Kulit bersih seperti pualam yang digosok saban
malam, rambut ikal berkelok tipis seperti kapas. Saya sendiri menunggu
kelahiran buah hati di saat yg sama.

Putih, tinggi semampai, berambut panjang. Si ibu begitu mencolok
ketika pertama kali datang diantar sopir taksi. Katanya, tdk mampu
membayar biaya melahirkan di sebuah klinik bersalin. Itulah kenapa ia
terdampar di sebuah panti sosial di daerah Jakarta Timur.
Putra, usianya mungkin 7thn sekarang. Hampir seusia anak saya. Entah
sudah berada di tangan ibunya lagi, atau sengaja di titip di panti
asuhan.

Ia terpaksa lahir, tanpa mengenal sosok ayah. Begitupun si ibu, yg
tidak pernah sempat memiliki buku nikah dari KUA. Usianya masih muda
saat itu, 21thn. Nasib membawanya dr Bangka ke Jakarta dalam kondisi
hamil.
Si ayah yang katanya politisi salah satu partai besar di tanah air,
sempat mengantarkannya hingga masuk klinik bersalin mentereng di
jakarta, namun tidak pernah menjemput mereka lagi, apalagi deposit
biaya melahirkan. Terpaksalah Putra dan ibunya, menghuni panti sosial
hingga usia si bayi 2bln dan cukup umur untuk diputuskan, akan sanggup
untuk dipelihara atau dititip di panti saja.

Di panti, masih banyak putra-putra yang lain. Menunggu hingga usia
2bln, menunggu disapih dr peluk dan hangatnya air susu ibu. Hingga
nasib memutuskannya, akan dipelihara ibu dan keluarganya atau tinggal
di panti bersama teman-teman yang lain.

Sampai detik ini saya belum bertemu lagi. Seorang anak yang sempat
saya namai "Putra". Semoga nasib baik berpihak padanya.

Tidak ada komentar: